Batik Jawa Hokokai adalah batik yang diproduksi orang Indonesia
berdarah Tionghoa dengan pola dan warna yang dipengaruhi budaya Jepang
dengan latar pola batik keraton. Batik ini mulai berkembang pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia. Ragam hias yang biasanya ada pada batik
Jawa Hokokai adalah bunga sakura, krisant, dahlia dan anggrek dalam bentuk
buketan atau lung-lungan dan ditambah ragam hias kupu-kupu, selain itu ada pula
ragam hias burung merak yang memiliki arti keindahan dan keagungan
Batik Hokokai diciptakan para pengusaha berdarah Tionghoa dengan tujuan
menyesuaikan diri dengan pemerintahan Jepang. Nama Jawa Hokokai diambil dari
nama organisasi yang membantu kegiatan Jepang menciptakan kemakmuran di Asia
yang dalam berbagai kegiatan bekerjasama dengan orang Jawa. Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, kita
mengenal organisasi “Jawa Hokokai” (Himpunan Kebaktian Rakjat Djawa), yaitu
perkumpulan yang dibentuk oleh imperialis Jepang pada tanggal 1 Maret 1944,
sebagai pengganti organisasi Putera. Jawa Hokokai meerupakan organisasi resmi
pemerintah yang berada di bawah pengawasan pejabat Jepang. Berdirinya
organisasi ini sebagai pelaksana pengerahan / mobilisasi barang yang berguna
untuk kepentingan perang.
salah satu jenis batik hokokai wikipedia.org |
Kain-kain batik Jawa Hokokai
yang dipamerkan di Gedung Arsip Nasional itu hampir semuanya merupakan batik
pagi-sore dengan warna yang cemerlang. Kupu-kupu merupakan salah satu motif
hias yang menonjol selain bunga. Meskipun kupu-kupu tidak memiliki arti khusus
untuk masyarakat Jepang, tetapi orang Jepang sangat menyukai kupu-kupu. Namun,
kupu-kupu dianggap bukan merupakan pengaruh Jepang, melainkan pengaruh dari
juragan Tionghoa yang membuat batik di workshop mereka. Untuk orang Tionghoa,
terutama yang berada di Indonesia, kupu-kupu merupakan lambang cinta abadi
seperti dalam cerita Sampek Engtay.
Setelah Perang Dunia II
usai, Jepang takluk dan angkat kaki dari Indonesia, batik sebagai industri
mengalami masa surut. Namun, motif-motif batik terus berkembang, mengikuti
suasana. Ketika itu juga muncul istilah seperti batik nasional dan batik Jawa
baru. Batik Jawa baru bisa disebut sebagai evolusi dari batik Hokokai. Pada
tahun 1950-an batik yang dihasilkan masih menunjukkan pengaruh batik Hokokai
yaitu dalam pemilihan motif, tetapi isen-isen-nya tidak serapat batik Hokokai.
Artis batik yang kembali mengangkat kembali motif Hokokai adalah Iwan Tirta. Pada tahun 1980-an Iwan menginterpretasi ulang motif batik Jawa Hokokai dalam bentuk desain yang baru. Ia memperbesar motif bunga seperti krisan dan mawar serta menambahkan serbuk emas 22 karat sebagai cara untuk mempermewah penampilan batik tersebut. Untuk pergelarannya pada akhir tahun ini, Iwan juga membuat motif kupu-kupu dalam ukuran besar.
Beberapa ciri khas batik Hokokai antara lain:
- Adanya pola “frame” yang biasa disebut “susimoyo” – yaitu ragam hias bunga yang diatur sebagai pola pinggiran – ada yang memanjang di sisi bawah dari kiri ke kanan, atau di 3 sisi kain, yaitu sisi kiri, bawah dan kanan. Susunan seperti ini adalah adaptasi dari ragam hias kimono Jepang.
- Ragam hias menggunakan motif-motif bunga sakura, krisan, dahlia dan anggrek (jenis bunga-bunga yang disukai oleh Jepang) dalam bentuk buketan / lung-lungan yang berulang-ulang, yang merupakan adaptasi dari motif buketan semarang.
- Ragam hias tambahan berupa kupu-kupu (pengaruh Tionghoa yang merupakan lambang cinta abadi seperti dalam legenda Sampek Engtay), atau gambar burung yang selalu menggunakan burung merak yang memiliki arti keagungan.
- Latar belakang (isen-isen) yang penuh dan padat di bagian tengah kain dengan menggunakan motif-motif keraton, seperti kawung dan parang.
- Menggunakan banyak variasi warna yang cerah.
- Pada masa ini jenis batik pagi-sore juga banyak digunakan dalam batik Hokokai.
Tidak ada komentar:
Write komentar